PROSPEK USAHA

SELAMAT DATANG DI

KOMUNITAS TUPANG FARM

 





































Pencinta burung kicau pasti sudah tidak asing dengan istilah kroto, yaitu telur semut rangrang atau Oecophylla smaragdina. Kroto banyak digunakan untuk pakan burung dan juga ikan.

Permintaan kroto cukup tinggi, terutama dari para pencinta burung kicau. Padahal, keberadaannya di alam terbatas. Bahkan, pasokan kroto di alam kian berkurang dengan semakin berkurangnya hutan. Kroto juga berkurang saat musim hujan. Padahal permintaannya cenderung naik.

Makanya, pembudidayaan semut rangrang mulai dilakukan. Salah satu pembudidaya adalah Ajiponto di Yogyakarta. Ia terjun di budidaya semut rangrang sejak tahun lalu, lantaran melihat peluang bisnis yang cerah.

Menurutnya, tiap bulan, permintaan kroto atau telur yang dihasilkan semut rangrang terus meningkat. Maklum, permintaan tak hanya datang dari pecinta burung kicau, tetapi juga dari pemancing ikan. Mereka memanfaatkan kroto sebagai umpan yang ditebar di kolam pemancingan demi memanggil para ikan.

"Kalau Senin hingga Jumat biasanya yang beli kroto adalah para pencinta burung kicau. Tapi, kalau Sabtu dan Minggu, pembeli kroto didominasi para pemancing ikan," papar pria 36 tahun ini.

Ajiponto menjual bibit semut rangrang, kroto, serta memberikan pelatihan cara budidaya. Satu toples berisi sebuah sarang semut rangrang dibanderol Rp 100.000. Sebuah sarang biasanya berisi ribuan semut rangrang. Adapun satu kilogram (kg) kroto dihargai Rp 150.000.

Dalam sebulan, ia bisa menjual sekitar 40 kg kroto dan 200 sarang. Artinya, tiap bulan Ajiponto bisa mengantongi omzet Rp 26 juta.

Pebudidaya lain, yaitu Joko Septyawan yang berdomisili di Bantul, Yogyakarta, sudah berkecimpung dalam budidaya semut rangrang sejak dua tahun silam.

Tadinya, sama seperti Ajiponto, ia juga menjual kroto serta bibit semut rangrang (sarang). "Tapi, sekarang saya lebih fokus pada penjualan bibit karena permintaannya terus meningkat," tutur Joko.

Satu toples bibit semut ukuran 2 liter dibanderol dengan harga Rp 175.000. Sementara itu, bibit semut untuk toples ukuran 5 liter dilego Rp 350.000. Tiap bulan, setidaknya ia bisa meraih omzet Rp 3,5 juta.

Dari segi bisnis, baik Joko maupun Ajiponto menyebut bahwa budidaya semut rangrang penghasil kroto ini terbilang menggiurkan. Modal atau ongkos produksi cukup murah. Ajiponto mengaku bisa mengantongi keuntungan bersih mencapai 80 persen dari omzet bulanan.

Bahkan, Joko mengklaim bisa mendapatkan keuntungan bersih hingga 90 persen dari omzet tiap bulan. "Ongkos budidaya sangat kecil karena perawatannya juga simpel," imbuhnya.













Berikut ini analisa usaha Semut Rangrang setiap 100 (seratus) indukan : (Harga diperhitungkan pada tahun 2011)
Spesifikasi :
a. Jumlah indukan 100 saran/Koloni
b. Lama pengusahaan selama 2 Bulan ( Menjadi 400 koloni )
c. Luas ruangan yang dibutuhkan seluas 2 m2
d. Bibit Indukan Umur 1 bulan

Investasi
a. Kandang Ternak  Ukuran 1,5 meter X 1,5 meter X 0,5 Meter  Rp.250.000
b. Media Sarang/Koloni 100 bh @Rp.3000 = Rp. 300.000
c. Perlengkapan kandang 20 bh @Rp.2000 = 40.000
Total Investasi Rp. 590.000

Biaya Produksi
a 2 Bulan 100.000

Pendapatan
a. 1 Sarang menghasilkan Kroto 0,5 – 1 onz x 100 sarang = 10 kg Rp 1.000.000
b.400 sarang = 40 kg kroto = 4.000.000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar